CINTA YANG TEPAT PADA WAKTUNYA

Seni Menyesuaikan Ekspresi Kasih Sayang dalam Pengasuhan Islami

Pendahuluan
Kasih sayang adalah inti dari pengasuhan Islami. Islam tidak sekadar menganjurkan orang tua
mencintai anak, tetapi juga mengajarkan bagaimana cinta itu diekspresikan dengan cara yang bijak
dan sesuai usia. Rasulullah ﷺ, sosok yang paling lembut dan penuh kasih, tidak hanya memberi
perhatian kepada anak-anak, tetapi juga memberikan teladan cara mengekspresikan cinta yang
mendidik dan tidak berlebihan.
Seiring waktu dan pertumbuhan anak, bentuk cintapun perlu disesuaikan. Ekspresi cinta yang cocok
saat anak usia balita, belum tentu tepat bagi remaja. Inilah yang disebut dengan “transisi cinta” —
cinta yang tak berubah dalam esensi, tetapi menyesuaikan dalam bentuk dan cara penyampaiannya.

Teladan Cinta Rasulullah ﷺ kepada Anak-Anak
Rasulullah ﷺ dikenal sangat lembut terhadap anak-anak. Beliau mencium Hasan dan Husain,
cucunya, dan tidak sungkan menunjukkan kasih sayang di depan umum. Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, Nabi bersabda:
“Ciumlah anak-anakmu, karena setiap ciuman itu akan dibalas Allah dengan satu derajat di surga.”
Tindakan Rasulullah ﷺ ini menegaskan bahwa kasih sayang tidak hanya disimpan dalam hati, tapi
perlu diekspresikan. Sayangnya, dalam sebagian budaya, menunjukkan kasih sayang secara fisik —
khususnya oleh ayah — dianggap tabu atau “tidak maskulin.” Padahal, Islam justru mendorong
ekspresi cinta sebagai bentuk pendidikan jiwa.

Masa Kecil: Pelukan dan Sentuhan Fisik sebagai Pondasi Keamanan Emosional
Pada masa bayi dan anak-anak awal (0–7 tahun), anak belajar mencintai dan percaya kepada dunia
melalui sentuhan fisik. Pelukan, ciuman, usapan lembut adalah kebutuhan emosional yang setara
dengan pentingnya makanan. Dr. Aisyah Dahlan, pakar neurosains Islam, menyebut bahwa
rangsangan cinta semacam ini memicu pelepasan hormon oksitosin — hormon cinta dan ikatan —
yang membentuk struktur otak emosional anak menjadi stabil.
Karenanya, ayah dan ibu disarankan untuk tidak pelit pelukan. Ustaz Fauzil Adhim bahkan
menekankan bahwa orang tua yang sering memeluk anak, justru sedang menanamkan fondasi harga
diri dan kepercayaan diri dalam diri anak.

Masa Transisi: Remaja dan Kebutuhan Cinta yang Berubah Bentuk
Namun ketika anak memasuki usia baligh, ekspresi cinta orang tua harus bertransformasi. Anak laki-
laki maupun perempuan mulai merasa malu dipeluk atau dicium di depan umum. Di sinilah orang
tua perlu arif membaca sinyal perkembangan emosional dan sosial anak.
Ustaz Bendri Jaisyurrahman menyebut ini sebagai transisi cinta. “Cinta tidak hilang, hanya berpindah
bentuk,” ujarnya. Bentuk cinta yang sesuai saat remaja bisa berupa:
 Tepukan hangat di punggung
 Usapan kepala saat menyapa
 Senyuman tulus
 Doa-doa yang dibisikkan
 Ungkapan verbal seperti: “Ibu bangga padamu,” “Ayah percaya kamu bisa.”
Ketika anak merasa dihargai dan dicintai sesuai dengan fase hidupnya, mereka tumbuh menjadi
pribadi yang percaya diri tanpa merasa dibebani atau dikekang oleh kasih sayang yang tidak pada
tempatnya.

Gender dan Ekspresi Cinta dalam Islam
Islam juga memberikan arahan khusus dalam mengasuh anak laki-laki dan perempuan. Dalam
sebuah hadis disebutkan:
“Anak laki-laki milik ibunya seumur hidup, sedangkan anak perempuan berada dalam tanggung
jawab ayahnya hingga menikah.”
Berdasarkan hal ini, kasih sayang yang diberikan juga perlu mempertimbangkan batasan-batasan
syar’i dan sosial setelah anak mencapai akil baligh. Anak perempuan perlu dibimbing dengan kasih
sayang yang menjaga kehormatan, sementara anak laki-laki diajarkan kedisiplinan dalam bingkai
kelembutan.
Para pakar psikologi perkembangan seperti Dr. James Dobson juga menekankan pentingnya
membedakan pola pendekatan antara anak laki-laki dan perempuan di masa remaja. Anak
perempuan butuh kehangatan dan rasa dilindungi, sedangkan anak laki-laki lebih sensitif terhadap
penghargaan dan kepercayaan.

Bahaya Salah Ekspresi: Cinta yang Melemahkan atau Menyesatkan
Cinta yang tidak tepat bentuknya bisa berdampak negatif. Misalnya, terlalu posesif kepada anak
remaja bisa membuat mereka mencari ruang pelarian, atau terlalu keras atas nama kasih sayang bisa
menumpulkan empati.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengingatkan:
“Anak tidak cukup hanya diberi makan dan pakaian, tapi ia perlu diperhatikan hati dan jiwanya
dengan kelembutan dan bimbingan.”
Bahkan cinta berlebihan tanpa kendali bisa mengarah pada “toxic love” — cinta yang mengekang,
bukan membebaskan. Maka, ekspresi cinta yang tepat, pada waktunya, adalah kunci pengasuhan
Islami yang sehat dan membentuk generasi yang tangguh namun lembut hatinya.

Penutup
Cinta adalah fitrah, tapi mengasuh dengan cinta memerlukan ilmu. Menyesuaikan bentuk cinta
dengan usia dan perkembangan anak adalah bagian dari kecerdasan emosional orang tua. Islam,
melalui teladan Rasulullah ﷺ, telah memberi pedoman: ekspresikan cinta dengan bijak, jangan
gengsi, jangan pula berlebihan. Peluk anakmu ketika ia kecil, usap kepalanya saat remaja, dan
doakan ia dalam sujudmu sepanjang usia.
Karena cinta yang tepat pada waktunya, adalah warisan terbaik bagi anak, jauh melebihi warisan
harta atau gelar.

Kholis Ernawati, Bekasi 05 Mei 2025

Add Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
Assalamualaikum , bisa kami bantu ?
Asalamualaikum...ada yang bisa kami bantu ?
Powered by